Langsung ke konten utama

Postingan

Jumat Yang Sentimentil

 Kemarin, kamis malam atau dalam kaidah penanggalan hijriah sudah bisa disebut hari jumat, karena dalam kaidah hijriah awal hari di mulai ba’da maghrib, saya menelfon Mimi (panggilan saya untuk Ibu). Sudah hampir seminggu sepertinya saya tidak ngobrol ngalor – ngidul dengan Mimi. Ada saja alasan yang menyebabkan ketika saya atau Mimi menelfon atau mem-video call, telfonnya atau video nya ga tersambung. Paling sering sebabnya adalah karena waktu nelfonnya yang kurang pas. Saya telfon, Mimi sedang di mushollah. Mimi nelfon, saya sudah tidur. Walhasil malam jumat tadi, hampir satu jam dihabiskan untuk ngobrol. Mulai dari nyeritain Si Anu yang mau dikhittan, Si Itu yang sekarang kerja di kota A, sampai ngomongin pohon – pohon kelapa yang ada di belakang rumah. Kalau bukan karena adzan maghrib di Cirebon yang sudah berkumandang, mungkin obrolan kita akan lebih banyak lagi. Obrolan yang paling sentimentil adalah ketika ditanya “Hib, jadi berapa lama lagi (kuliah) di Korea nya?”. Jawabannya
Postingan terbaru

Ke-Salju-an Episode kedua : The dream of the real salju – saljuan

2020 menyisahkan kurang lebih 40 jam sebelum ditutup dan diganti dengan kalender baru tahun 2021. Tepat pukul 14.00 kami sampai di sebuah tempat yang tidak asing bagi kami, karena setidaknya kami pernah mengunjunginya 2 tahun sebelumnya. Baekje Cultural Land nama tempatnya. Sebuah tempat bersejarah yang pernah menjadi ibukota dari kerajaan Baekje yang berdiri lebih dari 2000 tahun lalu. Di era modern sekarng ini, lokasi kerajaan Baekje kini terletak di Kota Buyeo. Kota di bagian barat Korea Selatan. Kami datang ke tempat ini dalam rangka mengejar salju agar bisa “salju – saljuan”. Saya pernah menulis perenungan tentang “kesaljuan” di sini . Kata kesaljuan adalah kata yang saya gunakan untuk menggambarkan kondisi “terguyur” salju secara tidak sengaja ketika sedang melakukan perjalanan. Sama persis dengan kata ke-hujan-an, karena memang dari kata kehujanan inilah saya menamakan kondisi ketika itu dengan kata kesaljuan. Ketika menulis perenungan kali ini, tulisan itu ingin saya sempur

Mengapa Kuliah di Korea Selatan?

 Alasan mengapa saya kuliah S2 dan S3 di Korea Selatan. Simak video obrolan santai saya dengan Bu Boss ya. ^_^

New and Renewable Energy For the Social Justice (and Energy) For All Indonesian : A note about the Dream for My Lovely Country

Discussing energy it means also talking about human civilization. It has known the energy history always linear with the civilization that was created by the human. In the olden times, when our ancestors were living with the nomad era, biomass, or the energy that came from the tree, such as wood, is the only choice used. Wood was used for producing fire and light. By this fire, the required energy for living and safety factors, preventing the wild animal, was sufficient. Moving to the agriculture revolution era when humans were permanently lived in some areas and developed farming-field for their food consumption, wood is not only the one source of energy for humans. Wind energy, waterfall (hydropower), and the animals' power started to be used for helping daily activities. Plowing up the land and crushing the rice seed are examples of human activities in this era. Moreover, horse and donkey were used as a transportation medium. The era when wood became the primary source of ener

Dapat Ijazah Sarjana (S1) hanya dengan Rebahan

Wahai kaum rebahan time is yours. . Untuk menjadi pahlawan Indonesia kini bisa dilakukan hanya dengan rebahan. . Hanya dengan rebahan, gelar Sarjana Strata satu (S1) bisa diraih di tangan! --------------------------------------------------------------------------- Undangan meeting online via: zoom, skype atau media lainnya, upload tugas sekolah via group whatsapp atau media lainnya,   work from home (WFH) dan melakukan kordinasi teman sekantor hanya dengan duduk di ruang tamu atau bahkan tidak beranjak dari dalam kamar tidur adalah kondisi yang sering kita dengar dan terjadi hari – hari ini di sekitaran kita. Hal – hal tersebut terjadi tidak bukan dan tidak lain karena hadirnya Si Corona. Si primadona yang katanya mewakili siklus periode wabah 100 tahun-an itu. Maka datangnya Si Corona merubah banyak hal di tengah-tengah kehidupan kita. Kita dipaksa untuk melakukan inovasi untuk terus bisa berinteraksi. Termasuk diantaranya bekerja, menuntut ilmu dan mendapatkan

Persaudaraan (Melawan) Covid-19

Ketika tulisan ini dibuat saya baru saja membaca dari portal pemerintah Indonesia terkait informasi terkini pandemik Covid-19 yang terjadi di Indonesia. Tercatat sebanyak 1.677 kasus positif   dan 157 orang meninggal dunia. Sementara itu hingga Selasa (31/03) tercatat pula ada 133 WNI yang tersebar di 20 negara dinyatakan positif terjangkit virus ini. Mari kita berdoa semoga yang terjangkit virus ini segala sembuh dan yang telah berpulang semoga tercatat sebagai “martir” yang kelak diganjar surga oleh-Nya.Aamiin Namun di tengah berita duka tersebut, selalu ada gelombang kabar baik yang muncul, beberapa diantaranya muncul dari WNI yang kini berada di Korea Selatan. Kabar baik pertama adalah hingga hari ini (02/04) -dan semoga hingga masa wabah ini berakhir-   tidak ada satupun WNI yang berdomisili di Korea Selatan positif terjangkit Covid-19. Jumlah WNI di Korea yang mencapai 40 ribuan orang, dipastikan dalam kondisi aman dari infeksi virus ini. Data tersebut telah dipastikan ole

Pemimpin Yang Lahir Dari Krisis

Alkisah pada suatu ketika ada seorang istri yang menyiapkan hadiah untuk dia berikan di hari ulang tahun suaminya yang jatuh diakhir bulan Oktober. Saking semangatnya menyiapkan hadiah, Si Istri sudah membelinya di awal bulan September.kkkkk. Belakangan si Istri bercerita, bahwa dia ingin memberikan surprise terbaik bagi suaminya di hari yang kata banyak orang “bersejarah”, sehingga perlu diingat dan dirayakan itu. Namun, rencananya batal. Hadiah yang seyogyanya diberikan di akhir Oktober sudah dia berikan hanya beberapa saat setelah barang yang dia beli secara online sampai di rumah. Alasan dia memberikan hadiah itu lebih awal kepada suaminya adalah karena dia melihat tampang suaminya yang terlihat sumpek dan sedang banyak fikiran mengurusi berbagai hal kehidupan, terutama problematika dalam mengatur amanah dari orang-orang disekitar suaminya. Dia berharap hadiah itu bisa menjadi obat penghilang wajah sumpek dan stress suaminya. Kepekaan melihat wajah suaminya kemudian melahi

Sinar Matahari Cair

Hari ini ketika mengirimkan doa berupa bacaan al-fatihah untuk semua guru – guru yang telah mengajarkan saya berbagai ilmu, saya terhenti dan tiba – tiba tersenyum ketika membayangkan wajah salah satu guru SMA favorit saya Pak xxxxxx . Saya terseyum karena ingin rasanya ngobrol – ngobrol dengan beliau lebih khusus lagi melanjutkan tema “diskusi” kami di tahun 2005 ketika saya duduk di kelas 1 SMA. Saya ingin berdiskusi kembali dengan beliau, tentang apa yang sekarang saya pelajari dan tentang “tantangan” yang pernah beliau berikan. Alkisah pada sebuah bab fisika di kelas 1 SMA, kalau tidak salah ingat ketika itu sedang mebahas terkait dengan perpindahan energy panas melalui induksi, konveksi dan radiasi. Ketika beliau selesai menerangkan, saya mengangkat tangan lalu bertanya kepada beliau “Pak mungkin tidak petir/halilintar itu kita jadikan pembangkit listrik? Jadi kalau ada petir kita tangkap petirnya terus kita masukkan kedalam sebuah baterai untuk menjadi listrik?” Saya berta

Setiap yang Berpuasa Pasti akan Bertemu Masa Berbuka

Diiingin!! Senin pagi yang dingin adalah lawan terberat memulai hari setelah libur akhir pekan. Sudah hampir dua minggu terakhir suhu pagi hari di luar rumah semakin menunjukkan penurunan karena periode winter yang semakin dekat. Saya seperti biasa bersiap-siap berangkat menuju kampus, setelah rapih menggunakan baju dan sepatu langsung dilanjutkan mencari helmet, sarung tangan dan masker penutup hidung plus telinga sebelum menuju parkiran sepeda. Aaaaah, saya baru teringat ketika tidak menemukan helmet dan masker ditempatnya, kalau jumat minggu sebelumnya saya pulang dari laboratorium menggunakan bus dan saya tinggalkan sepeda diparkiran dekat kampus. Jadilah senin pagi ini saya memiliki dua opsi, pergi ke halte bus untuk menunggu bus datang atau menyetop taksi di jalan depan rumah. Opsi kedua saya pilih karena pagi ini saya ingin cepat-cepat sampai kampus.   3 menit menunggu, taksi datang. Setelah saya mengucapkan salam dan menginformasikan tujuan, pengemudi taksi kembali men

“…Karena Kita Tidak Tahu Hidup Akan Membawa Kita Kemana…”

Rekan – rekan, mari kami kenalkan dengan sebuah komunitas unik yang berada di tanah rantau. UT Korea nama komunitas tersebut. Komunitas yang sudah berusia 9 tahun yang terus memberikan kejutan-kejutan disetiap masanya. Komunitas yang berdiri dan dikelola oleh rekan – rekan mahasiswa S2 – S3 Indonesia di Korea Selatan melalui PERPIKA dan dibantu pelaksanaanya oleh KBRI Seoul. Komunitas ini memfasilitasi dan menemani 300-an Pekerja Migan Indonesia (PMI) di Korea setiap semesternya untuk belajar dan mengembangkan diri. Mengapa komunitas ini unik? Izinkan kami menjawab melalui kisah –kisah berikut ini Mas Wahidin atau biasa kami memanggilnya Mas Didin, mahasiswa Bahasa Inggris UT Korea anggkatan 2012. Datang ke Korea selatan sebagai PMI dan kemudian disela-sela kewajiaban bekerja menyempatkan diri untuk mendaftar menjadi mahasiswa UT Korea. Selesai kontrak kerja di Korea, Mas Didin tidak hanya membawa tabungan ke Indonesia, tetapi juga menggondol ijazah S1 Sastra Inggris dari Univer

Universitas Terbuka Korea: Organisasi Millennial di era 4.0

Minggu (28/07) bertempat di KBRI-Seoul, UT Korea menyelenggarakan rapat laporan pertanggunjawaban (LPJ) semester 2019.1 dan rapat kerja (Raker) untuk agenda tahun ajaran 2019.2. Pada kesempatan rapat ini, semua pengurus UT Korea baik yang sudah lama bergabung, baru bergabung dan yang akan purna tugas datang untuk menyampaikan laporan dan agenda-agendanya ke depan. Rapat LPJ dan Raker yang diadakan dari jam 10.00 – 17.30 ini, menjadi semakin special karena tidak hanya dihadiri oleh para pengurus, perwakilan Mahasiswa UT Korea dan Presiden PERPIKA 2018-2019, Rian Mahardika, tetapi juga dihadiri oleh Bapak Duta Besar Indonesia untuk Korea, Bapak Umar Hadi. Dalam sambutan yang disampaikan oleh Pak Umar Hadi, beliau menceritakan kegembiraanya dengan hadirnya Universitas Terbuka di Korea. Hal ini dikarenakan UT bukanlah hal yang baru dikenal oleh beliau. Ketika beliau bertugas di Belanda dan Amerika, beliau sudah mengenal adanya WNI yang tinggal di negara tersebut yang   berkuliah di