Pernah suatu ketika saya mencoba merenungi apa yang sedang
dan senang difikirkan oleh seorang Bi Tumira (petani di kampung saya), Mbak
Syahrini (Artis yang cetar dan dikenal oleh banyak orang di negeri saya) dan
Saya pribadi. 3 orang yang berbeda kegiatan, berbeda usia, berbeda aktivitas,
berbeda tempat serta berbeda kepala pastiya. Satu yang menarik yang menjadi
kesimpulan renungan saya saat itu adalah
kami (3 orang ) hanya digerakan oleh satu buah energi yang dinamakan energi “ingin”
atau kalau dibentuk dalam bentuk kata benda maka disebut dengan “keinginan”.
Maka keinginan inilah yang menjadi bahan yang selalu kami fikirkan.
Bisa jadi yang sedang difikirkan Bi Tumira adalah tentang
bagaimana caranya membayar ongkos traktor dan membeli pupuk untuk lahan
garapannya, Mbak Syahrini sedang memikirkan salon mana yang akan dikunjungi dan
model rambut apa yang akan dikenakan untuk acara konser dan pestanya kelak. Sedangkan saya (?), saya sedang memikirkan bagaimana saya bisa sesegera mungkin
menyelesaikan experiment di laboratorium kemudian membuat presentasi sebagus
mungkin dan dilanjutkan dengan diskusi bareng professor dengan harapan setelah
selesai diskusi saya bisa tidur dengan tenang karena hasilnya memuaskan. Hehehe
. Dengan targetan-targetan keinginan itulah maka kami akan bergerak untuk
mewujudkannya karena kekuatan “keiginan” bak bahan bakar hidup kita.
Inilah bahan bakar hidup kita. |
Banyak sekali keinginan yang selalu melintas di fikiran kita,
mulai dari keinginan yang muncul dikarenakan kita belum mencoba atau
memilikinya ataupun karena kita ingin mengulanginya kembali. Satu penyebab
kenapa kita menginginkan sesuatu, menurut saya dikarenakan kita melihat atau
mendengarnya. Entah secara langsung atau melalui cerita orang lain. Maka
semakin kita banyak melihat akan semakin banyak pula keinginan yang melintas.
Maka benar nasehat yang pernah saya dapatkan dari seorang teman bahwa
ketidaktahuan terkadang membuat kita lebih tenang karena kita tidak akan “tersiksa”
oleh keinginan yang menari-nari di dalam fikiran kita. :)
Tersebab demikian maka bahan bakar yang bernama (Ke)ingin(an) ini haruslah bisa kita kendalikan agar tak mogok di tengah jalan dikarenakan kehabisan bahan bakar atau tak tersiksa pula karena bahan bakar yang kita miliki ternyata memperberat perjalanan untuk mencapainya. Bersikaplah bijak mengelola (Ke)ingin(an) karena tak ada yang tahu sekarang kita berada dalam fasa mana kecuali badan kita yang menjadi kendaraan pemanfaat bahan bakar ini.
Maka di akhir perenungan tentang keinginan ini, saya ingin
pula meniru gaya salah seorang teman yang selalu menjawab pertanyaan tentang
rencana kehidupannya, yang diberikan oleh sahabat-sahabat dekatnya, dengan
jawaban “Biarkan mengalir kaya air aja”.
Terdengar kalimat itu tak ambisius dan tak tersimpan keinginan yang "menyiksa" untuk mendapatkan sesuatu tetapi sebenarnya kalimat itu bertujuan sangat jelas. Ya, Jelas, karena
air sudah pasti mengalir menuju tempat yang sudah diketahui, yakni tempat yang lebih rendah. Air pun sudah tahu
dimana letak muara mereka karena cepat atau lambat, langsung atau tidak, air akan menemukan kebesaran alam karena dia akan sadar bahwa hidup ternyata
tak seluas selokan, tak sependek sungai atau tak hanya selebar danau tapi hidup adalah
akumulasi luas, panjang dan lebar yang terangkum dalam tempat yang bernama
Laut(an).
Komentar
Posting Komentar