Aaah tetiba ingin
mengabadikan lewat tulisan apa-apa yang memutar di kepala. Sedikit ragu karena
beberapa hal, tapi ya sudahlah anggap
sebagai self reminder :)
Apa yang terfikirkan dan
berputar di dalam kepala beberapa waktu ini adalah tentang bagaimana mendidik
anak. Sering sekali mencoba mengikuti video – video tentang parenting,
membaca-baca artikel dan kisah tentang mendidik anak, mendengar cerita dari sahabat dan saudara
tentang mendidik anak, hingga tidak jarang melihat secara langsung bagaimana orang tua
berinteraksi dengan anak – anaknya. Akumulasi dari proses itu menimbulkan
banyak ide terkait pola dan bagaimana kelak saya ingin mendidik anak – anak saya.
Insyaallah. :) Sesekali mencoba mempraktekan sih apa
yang dipahami kepada anak orang lain seperti anak kakak (ponakan) atau anaknya
teman tapi ya karena bukan anak sendiri jadi belum sesuai dengan road map
yang sudah dicanangkan.Azeeekk.Hahaha.
Jika berbicara mendidik anak
maka tuntunan agama kita sangat cantik sekali menganalogikannya yakni membagi
tahap-tahap pendidikan anak berdasakan umur dan perannya. Disebutkan bahwa usia
sekitar 0 – 7 tahun adalah masa anak dijadikan raja, 8 – 15 tahun diperlakukan
seperti tawanan perang dan 16 – 22 sebagai sahabat dekat. Maka dengan pola
penempatan yang berbeda kita akan mampu membentuk karakter terbaik dari anak-anak
kita yang sesuai dengan tuntunan agama.
Bagi saya pribadi telah ada
beberapa point yang hingga hari ini sudah direncanakan bagaimana mendidik anak –
anak tercinta kelak, dan pastinya sangat mungkin akan bertambah point – point yang
dirancang ini dengan berjalannya waktu dan proses belajar yang masih terus
digeluti. Adapun hal – hal yang ingin diterapkan adalah sebgai berikut :
1. Akan mengajari dan mengajak
anak sedini mungkin untuk pergi ke masjid.
Banyak video menggugah
yang telah ditonton tentang mengapa harus ke masjid, diantaranya yang paling
menohok adalah video ini
Dan video paling menginspirasi
adalah ini
Namun hal yang
paling membuat tidak sabar menjalankan point nomor satu ini adalah karena dalam
keseharian selalu memperhatikan rekan dari Uzbekistan dan India yang sering
sekali membawa anak-anaknya ke masjid. Bahkan teman terbaik saya asal
Uzbekistan sudah membawa anaknya ketika anaknya belum genap 6 bulan, ketika
untuk duduk pun anaknya belum bisa. Jadi sambil dengan khusu’ dia sholat anaknya
berada dalam timangannya. Really ini yang paling bikin envy.hahahaha.
Suatu ketika saya pernah mengutarakan padanya terkait ke-envy-an saya
ini, dia hanya berucap “semoga segera, kamu sudah waktunya”hahahaha
Terlepas dari alasan-alasan
tersebut, saya pribadi memiliki sebuah analisa terkait “visitasi” muslim
ke masjid/musholah. Jika mendengar
cerita Ayah-Ibu, di zaman mereka masjid/musholah adalah sentra aktivitas
bocah-bocah dari pagi hingga pagi lagi. Hanya di jam-jam sekolah dan membantu
orang tua yang membuat masjid terkadang sepi. Beralih di zaman saya “masih
bocah”, keintenansnya berkurang yakni
hanya dalam range waktu maghrib-isya masjid ramai dengan bocah – bocah.
Sedangkan sekarang, zaman ketika saya mulai tumbuh kumis, musholah bagaikan
panti jompo hanya berisikan Kakek-Nenek yang menjalankan sholat 5 waktu
berjamaah, para bocah sepertinya lebih sibuk berkumpul di dunia maya atau
berakrab dengan temannya “si mata satu”, Televisi. Melihat realita ini, maka
penting rasanya menanamkan kebiasan Kakek-Nenek mereka kepada anak-anak saya
kelak. (Catat dan ingat ya Nak! Biar Ayah ga lupa ;) )
2. Seminggu sekali mengajak dan membimbing anak untuk berbagi
Point kedua ini adalah warisan dari cerita yang
disampaikan oleh Ibu terkait kebiasaan Kakek ketika masih hidup, yang
sebenarnya dibalik cerita itu saya yakin ibu sedang mengajari saya. Kebiasaan
kakek yang diceritakan oleh Ibu adalah kebiasaan untuk menyiapkan infak terbaik
setiap akan pergi sholat jum’at. Bahkan kakek menyiapkan infak nya dari kamis
malam, setelah berbuka puasa. (Aaah jadi ngaca selama ini pengajaran itu sering
lalai diaplikasinya oleh diri ini). Maka Anak – Anak Ku, Ayah ingin sekali
mengajari kalian kebiasan Kakek buyut mu agar menjadi karakter yang tertanam dalam
diri kalian. Lebih jauh, saya terinspirasi dari kisah seorang ulama yang
setiap malam dia mengajak anak nya untuk keluar dan membagi-bagikan makanan kepada orang-orang yang “beraktivitas” dan “berumahkan”
di jalanan. Maka (Sekali lagi) Nak, kelak Ingat kan Ayah untuk bisa
membimbing mu mencontoh teladan – teladan kita itu Nak! J
3. Mengunjungi “tempat special” untuk liburan
Berlibur adalah keharusan,
tapi makna berlibur sesungguhnya bukanlah menuntaskan dahaga kesenangan belaka
tetapi juga harus mengandung asupan untuk hati dan otak. Maka saya mengazamkan
diri ini untuk mengajari anak-anak kelak dengan mengunjungi :
a.
Panti Jompo dan Panti
Asuhan agar mengasah rasa syukur mereka mendapatkan keluarga dan pastinya juga mengasah
hati mereka untuk mengasihi dan menyayangi orang tua.
b.
Museum dan tempat
bersejarah. Inilah asupan otak serta pengajaran ilmu paling mengena yang harus
menjadi budaya dalam keluarga kita. Salah satu parameter kemajuan suatu bangsa,
menurut saya, adalah seberapa banyak bangsa tersebut memiliki museum dan
melestarikan bangunan – bangunan bersejarah nya.
c.
Mengunjungi objek wisata
alam. Salah satu yang terfikirkan dalam mendidik anak-anak adalah sering mengajak
mereka untuk berkemah di alam lepas. Semoga sering terlaksana di hari- hari kita kelak ya Nak.
Pernah suatu ketika saya melihat seorang Ayah mengajak anaknya, yang kalau
boleh saya tebak, yang berusia dibawah 13 tahun
menaiki puncuk Gunung Gede – Jawa Barat. Ada rasa kagum yang muncul
ketika saya melihat sosok Ayah itu bagaimana mengajari anaknya.
d.
Ini yang paling penting.
Mengajak anak “sowan” kepada ulama. Inilah adab yang perlu kita hidupkan
kembali. Adalah sebuah hal yang miris ketika anak-anak kita lebih bangga dan mengenal
artis dibandingkan dengan para ulama dan orang-orang sholeh yang melalui
beliau-beliau lah ajaran agama ini diteruskan.
4. Mengajak anak berkunjung
kepada saudara dan teman-teman saya dan ibu nya
Adalah salah satu amalan sholeh dan wujud bakti seorang anak
kepada orang tua nya yang sudah meninggal untuk terus menjalin silaturahmi
dengan kawan-kawan dan saudara-saudara orang tuanya. Oleh karena itu, Nak!
kelak pastikan ayah selalu mengajak mu untuk ayah perkenalkan dengan
kawan-kawan ayah dan ibu mu!
Okay, untuk
sekarang 4 dulu, mudah-mudahan ada janji – janji lain yang bisa saya siapkan
untuk menyambut mu, anak – anak ku.
Saya selalu teringat
salah satu kisah seorang sholih yang membuat doa – doa untuk anak – anak nya
ketika beliau masiih berumur 14 tahun. Sekali lagi 14 tahun. Artinya dia
sudah memikirkan dan memohon kepada Allah SWT untuk kebaikan dan kesholehan anak
– anaknya semenjak dia belum menikah dan mempunyai anak. Inilah bapak Visioner
yang perlu kita contoh bersama. Semoga. :)
PS : Anak – anak
ku, kelak ketika zaman mu, mungkin engkau akan temukan janji – janji Ayah mu ini.
Ayah menuliskan ini memang Ayah siapkan agar engkau bisa menuntut Ayah jikalau
Ayah lalai mebimbingmu. Tak ada maksud Ayah menuliskan janji-janji ini kecuali
ingin membimbingmu dan menjadikan mu jauuuuh lebihi baik dari pada Ayah mu ini.
Karena tidak ada kebahagian dan kebanggaan terbesar bagi seorang Ayah kecuali
melihat anak-anak nya sukses dan selamat
fii dunya wal aakhirat.
Komentar
Posting Komentar