Langsung ke konten utama

Ketika kucing tak lagi “di-kucing-kan” dan “meng-kucing-kan diri”


Tulisan ini hadir dari sebuah renungan tidak jelas ketika melintasi jalan-jalan beraspal di sepanjang gang hingga sampai di ujung pintu kontrakan saya selama ini. Walaupun Judul nya aja biking ga jelas apa maksudnya tapi mudah-mudahan renungannya tidak demikian. ^_^
Renungan pertama tentang kucing ini adalah bagaimana kucing-kucing di sekitar daerah kontrakan saya telah di dzolimi dan telah diperlakukan tidak adil oleh manusia. Apa buktinya, betapa sering saya lihat kalau kucing yang biasanya (maaf)buang air besar dia sangat rapih dengan mencari gundukan tanah kemudian mengeruk gundukan tanah tersebut dan menutupnya kembali ketika hajatnya telah dibuang, tetapi fakta sekarang, kucing kini tidak lagi memiliki tempat yang bebas untuk dia buang hajat karena semua gundukan tanah tak tersisa sepetak pun. Semuanya telah berubah menjadi bangunan dan jalanan beraspal. Alhasil kalau dia mau buang hajat dia harus malu-malu karena kini hajatnya tak lagi bisa ditutup-tutup lagi, karena kukunya tak mampu mengeruk kerasnya jalanan beraspal…kucing-kucing, kasihan benar nasib mu.
Renungan kedua adalah kucing kini tidak lagi memiliki jati diri, kalau dulu dan hingga sekarang masih ada film Tom and Jerry yang menceritakan perseteruan kucing dan tikus. Dimana Kucing ingin sekali memangsa tikus, tidak demikian yang terjadi di kontrakan saya. Yang saya lihat adalah kucing dan tikus kini berseteru untuk memperebutkan siapa yang paling cepat dalam mengais dan mengorek-ngorek makanan sisa di tempat sampah. Sebuah perseteruan yang unik yang pernah saya lihat adalah ketika tikus telah mendahului kucing dalam mengorek-ngorek tempat samapah, sang kucing hanya terdiam dan terpaku melihat tingkah sang tikus..dia kalah cepat..kucing-kuccing malang benar nasib mu, dimana kegarangan mu yang biasa memangsa lawanmu itu (tikus.red)
Dua renungan tentang kucing yang selalu menggelitik hati ketika mata ini memandang dan otak ini mengingat kejadian itu. Kucing…kucing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biaya Hidup Ala Mahasiswa Indonesia di Korea Selatan

Tulisan ini terinspirasi karena beberapa waktu belakangan ini beberapa orang   menanyakan tentang Yeungnam University (YU)   dan bagaimana pola kehidupan anak rantau dari Indonesia yang kuliah di YU salah satu sebabnya karena tulisan saya tentang Mengapa Kuliah di Korea dan Proses kuliah di Yeungnam University . Selain itu tulisan ini juga seolah menjadi pengingat dengan apa yang saya lakukan sebelum memutuskan untuk pergi ke sini (YU red) yakni mencari tahu informasi selengkap-lengkapnya tentang kuliah dan hidup di Korea. Maka saya mencoba membuat semacam opini   tentang YU dan seluk beluknya hasil dari apa yang saya lakukan sendiri maupun hasil dengar dari kawan-kawan lainnya. Pertama ingin review dulu tentang YU. YU merupakan salah satu kampus swasta yang terletak di Kota Gyeongsan – Korea Selatan. Gyeongsan   merupakan kota kecil yang terletak di pinggiran kota Daegu, konon Daegu adalah kota terbesar ke-3 di Korea Selatan setelah Seoul dan Busan. Home...

Interstellar: Antara Scientific Film dan Ayat Alquran

Week end kemarin untuk pertama kalinya nonton film di bioskop di negeri ini (Korea .red ). Awalnya agak skeptic   dengan kemungkinan film yang ditonton, yakni kemungkinannya adalah kalau ga menarik isi filmnya maka bisa jadi film yang ditonton di dubbing dengan bahasa Korea.Hahaha, Kalau yang kemungkinan kedua ini terjadi maka failed banget dah nonton perdana saya di negeri ini.hahaha (Maklum hanya baru bisa bilang “gamsahamnida”, “arayo” dan “mulayo” doang. heuheuheu) Film yang saya tonton adalah Interstellar . Film ini menceritakan tentang perjalanan yang dilakukan ilmuwan-ilmuwan NASA menuju planet Mars dan bersinggungan dengan black hole atau sering disebut juga mesin antar waktu.   Mungkin film seperti ini bukanlah jenis film pertama yang menceritakan kehidupan dan kondisi alam di Mars dan di ruang antar galaxy tetapi film ini menjadi menarik karena di dalam nya digambarkan fenomena-fenomena fisika dengan beberapa kali menampilkan rumus dan teori relativit...

Jumat Yang Sentimentil

 Kemarin, kamis malam atau dalam kaidah penanggalan hijriah sudah bisa disebut hari jumat, karena dalam kaidah hijriah awal hari di mulai ba’da maghrib, saya menelfon Mimi (panggilan saya untuk Ibu). Sudah hampir seminggu sepertinya saya tidak ngobrol ngalor – ngidul dengan Mimi. Ada saja alasan yang menyebabkan ketika saya atau Mimi menelfon atau mem-video call, telfonnya atau video nya ga tersambung. Paling sering sebabnya adalah karena waktu nelfonnya yang kurang pas. Saya telfon, Mimi sedang di mushollah. Mimi nelfon, saya sudah tidur. Walhasil malam jumat tadi, hampir satu jam dihabiskan untuk ngobrol. Mulai dari nyeritain Si Anu yang mau dikhittan, Si Itu yang sekarang kerja di kota A, sampai ngomongin pohon – pohon kelapa yang ada di belakang rumah. Kalau bukan karena adzan maghrib di Cirebon yang sudah berkumandang, mungkin obrolan kita akan lebih banyak lagi. Obrolan yang paling sentimentil adalah ketika ditanya “Hib, jadi berapa lama lagi (kuliah) di Korea nya?”. Jawaba...