Saya membaca judul curcol kali ini merasa agak sedikit lebay walaupun sejujurnya saya sendiri sudah familiar mendengar kata-kata itu. Hasil ngelamun menyusuri jalan pulang dari kampus ke rumah meninggalkan inspirasi untuk menuliskan kata demi kata dalam curcol kali ini.
Hari ini, bukan kali pertama saya melihat deretan bunga, khususnya bunga mawar, bermekaran sepanjang perjalanan pulang menuju ke rumah dari rutinitas keseharian di kampus. Pun begitu dengan menu makan siang hari ini, sudah tak terhitung lidah ini mencicipi asam-kecut-pahitnya kimchi, sayur fermentasi khas Korea. Tapi ada hal yang berbeda semenjak makan siang hari ini hingga pulang malam tadi, coba meresapi setiap kunyah kimchi dan setiap lirikan mata pada deretan bunga - bunga yang bermekaran itu, seperti ada yang berbeda dari biasanya ketika makan nya dibarengi rasa syukur dan jalan serta memandangnya diiringi dengan merenung.
Ya, jika kita syukuri Indonesia adalah surga yang banyak orang cari, karena disana kita bisa memperoleh segala hal dengan mudah, khususnya dua kasus yang saya renungi hari ini, Kimchi dan Bunga Mawar. Kimchi, seperti yang diketahui, sayur ini difermentasi aka “diawetkan” dikarenakan orang-orang Korea (zaman dahulu) tidak akan bisa memakan sayur di musim dingin karena sayur hanya tumbuh pada musim panas. Oleh karena itu, mereka menyimpan dengan cara difermentasi agar sayur ini bisa awet dan tetap bisa dimakan di musim dingin, dimana musim dingin di Korea bisa lebih panjang dari musim panasnya. Bisa dibayangkan berapa bulan mereka tidak akan memakan sayur seandainya mereka tidak “mengakali”nya dengan membuat kimchi. Sebuah keadaan yang sangat kontras dengan surga yang bernama Indonesia karena sayur bisa tumbuh kapan pun bahkan di relative setiap jenis tanah kita bisa menanam dan memanen sayur. Sebuah nikmat yang kadang kita alfa mensyukurinya.
Kemudian jika diperhatikan, merah mekarnya mawar di negeri ini (Korea) hanyalah bisa dinikmati dalam rentang 2-3 minggu dalam setahun dimana waktunya adalah bertepatan dengan musim semi, jangan harap anda bisa melihat bunga mawar di musim panas apalagi di musim dingin, karena bunga – bunga disini hanya mekar sekali dalam kurun waktu setahun. Sebuah hal yang berbeda di negeri (seperti) surga yang bernama Indonesia, dimana mawar dan bahkan bunga-bunga jenis lainnya kapan pun bisa mekar dan dimanapun kita bisa memelihara dan melihat merah meronanya tanpa harus menuggu 12 purnama untuk menikmatinya. Sebuah keindahan yang terkadang lupa kita insyafi sebagai karunia yang tak terkira.
Mawar yang merekah dan merona |
Ya, kunci dari segalanya ternyata kata yang bernama “syukur”. Jika syukur adalah ibu dari sebuah kehidupan maka bahagia adalah anak yang niscaya dilahirkan. Sedangkan Bapak yang melengkapi kehadiran syukur adalah berusaha. Berusaha untuk memakmurkan bumi ini, berusaha untuk menjaga kelestarian alam ini dan berusaha untuk belajar mengenal sekitar untuk mendapatkan satu titik yang dinamakan keseimbangan.
Terimakasih Kimchi dan Mawar yang telah (kembali) menunjukkan surga itu.
Komentar
Posting Komentar