Gegap gempita seremonial sebuah
hari, apapun itu harinya, semakin terasa semenjak adanya sosial media (sosmed) ,
apapun itu jenis sosmednya. Dari mulai hari besar agama, libur nasional sampai
hari – hari khusus lainnya, akan sangat ramai diperbincangkan jika waktunya
tiba. Tak terkecuali hari ini, 22 Desember, yang dinisbatkan sebagai Hari Ibu Nasional.
Menilik makna dari hari ibu maka kita masing–masing memiliki definisi tentang
hari ini dan masing–masing pula memiliki tingkat “kepentingannya” sendiri–sendiri,
mulai dari yang mengatakan penting banget karena beralasan kita memerlukan
moment untuk dijadikan puncak wujud kasih sayang kepada orang tua, hingga yang
mengatakan tidak penting, karena kasih sayang (berbakti) kepada orang tua,
apalagi ibu, adalah kasih sayang yang tak terbatas waktu dan tak mengenal
moment sehingga tidak diperlukan lagi moment puncak karena setiap hari adalah kasih
sayang (berbakti) kepada Ibu dan memang harus dilaksanakan secara semaksimal
mungkin. Aaah terlepas dari perbedaan tersebut yang jelas di medsos selalu
ramai dengan kata “Ibu” di
setiap tanggal 22 Desember.
Bagi saya sendiri (dan pastinya anda juga) menjaga hati untuk
selalu berpaut kepada ibu adalah keharusan, setidaknya jika tak bisa bertatap
wajah dan mencium tangannya karena jarak yang memisahkan, disetiap doa kita
nama dan wajah beliau selalu terpaut di dalamnya. Mungkin hal ini adalah bentuk
bakti terkecil jika dibandingkan dengan kasih sayang yang telah Ibu berikan
kepada kita.
Btw, 4 hari yang lalu saya melakukan hal yang tidak biasa dilakukan
selama kurang lebih 11 bulan di negeri ini (Korea. Red) yakni menelfon Ibu :D .
Entah apa yang mendorong hal tersebut tetiba saya menelfon ibu langsung ke handphonenya, tidak seperti biasanya menggunakan media skype
dimana kami harus janjian dulu kalau
ingin berbincang – bincang. :D. spontan ibupun kaget dan tidak mengenali nomor
yang menghubungi nya. Setelah mendengar suara saya, langsung deh connect dengan banyak tema yang kita
bicarakan dan saya curhatkan. ^^
Sejujurnya ada suasana yang
selalu dirindu ketika ngobrol dengan Ibu, ketika dulu masih di rumah, terkadang
saya tidak terlalu memperhatikan apa yang dikatakan ibu tetapi saya
memperhatikan bagaimana mulut dan matanya ketika berbicara, sambil terkadang
tangnnya juga ikut bergerak mengikuti bahan omongan yang diucapkan. Sering pula
saya perhatikan kebiasaan ibu berbicara dalam keadaan makanan yang belum sempurna
ditelan dan dengan tema pembicaraan yang meloncat – loncat namun selalu
diakhiri kata – kata syukur dan terkadang merendhakan hati. Aaah pokonya khas
bangeet dah cara Ibu berbicara. Mungkin alasan rindu ini lah yang membuat saya
menelfon beliau 4 hari yang lalu.
Ketika masih berkuliah S1 dulu
kebiasan yang tidak boleh dilewatkan disetiap hari atau paling tidak 2 kali
seminggu adalah ber-sms-an ria dengan ibu. Dulu ketika awal ibu memiliki Hp
kesabaran menunggu balasan sms dari beliau adalah sesuatu moment yang menjadi
kunci bahagianya menerima sms dari beliau. Setelah sudah lumayan lama memiliki
HP, mungkin hanya saya dan anak – anaknya yang bisa membaca maksud tulisan yang
diketik oleh beliau, karena singkatan dan bahasa yang dipilih tidaklah lumrah
dan dipahami orang kebanyakan :D. Aaah Ibu kangen dapat sms dari mu.hehehe
Hal lain dan pastinya bukan paling
akhir dari serunya cerita antara saya, anak perantauan ini, dengan ibu ketika
ber-sms atau ber-telfon ria adalah pertanyaan yang selalu ibu utarakan disetiap
perbincangan kami “Wis mangan durung, ib? Mangane karo apa?” (Sudah makan
belum, ib? Makanya dengan apa). Aaah Ibu, saya menangkap rasa kekhawatiran yang
dibungkus rasa kasih mendalam mu dalam rentetan kata itu, Bu. Namun, satu yang
selalu saya syukuri dalam setiap obrolan kami baik lewat sms maupun telfon,
baik dulu ketika pertama kali saya merantau ke Depok maupun sekarang ke Korea
adalah pertanyaan pengingat yang diberikan ibu,”Pribe masih sering puasa beli
ning kana? Buka e karo apa? Sahur beli?” (Bagaimana, masih sering puasa ga di
sana? Buka puasanya dengan apa? Makan sahur ga?). Aaah Ibu, ini adalah penginat
yang ampuh dan saya yakin sebenarnya adalah salah satu doa yang engkau
panjatkan untuk anak mu ini agar selalu bisa dekat dengan Rabb nya. Ibuuuu..Ibuu..Ibuu..makasiihh.
Ibu, ada atau tidaknya hari peringatan ibu,
bagi kami (anak – anak mu) semua tentang ibu ada dan akan selalu ada pada hari – hari kami. Doa kami untuk mu Ibu, “Semoga
disisa usia kami hanyalah kebahagian dan segala sesuatu yang membuat mu senang yang
kami lakukan untuk mu, Ibu” Aaamiin.
Komentar
Posting Komentar