Diiingin!! Senin pagi yang dingin adalah
lawan terberat memulai hari setelah libur akhir pekan. Sudah hampir dua minggu
terakhir suhu pagi hari di luar rumah semakin menunjukkan penurunan karena
periode winter yang semakin dekat. Saya seperti biasa bersiap-siap berangkat
menuju kampus, setelah rapih menggunakan baju dan sepatu langsung dilanjutkan mencari
helmet, sarung tangan dan masker penutup hidung plus telinga sebelum menuju
parkiran sepeda. Aaaaah, saya baru teringat ketika tidak menemukan helmet dan
masker ditempatnya, kalau jumat minggu sebelumnya saya pulang dari laboratorium
menggunakan bus dan saya tinggalkan sepeda diparkiran dekat kampus. Jadilah senin
pagi ini saya memiliki dua opsi, pergi ke halte bus untuk menunggu bus datang
atau menyetop taksi di jalan depan rumah. Opsi kedua saya pilih karena pagi ini
saya ingin cepat-cepat sampai kampus.
3 menit menunggu, taksi datang. Setelah
saya mengucapkan salam dan menginformasikan tujuan, pengemudi taksi kembali
mengulang untuk memastikan lokasi yang dituju. Setelah yakin, kecepatan
langsung dipacu. 1-2 menit kita saling berdiam sampai akhirnya lampu merah di
sebuah pertigaan menyala, pedal rem ditekan dan antrian mobil pun terlihat
memanjang. Dalam suasana hening Bapak pengemudi taksi pun memecahkan suasana
dengan menceritakan bahwa yang menyebabkan antrian panjang ini adalah
mobil-mobil yang akan menuju kampus KAIST. Beliau sepertinya paham bahwa saya
ingin cepat-cepat sampai tujuan dan seolah-olah ingin menyampaikan permintaan
maaf karena taksi tak bisa melaju kencang. Saya pun menimpali dengan pernyataan
setuju atas apa yang disampaikan si Bapak. Obrolan pun berlanjut.
Bapak pengemudi taksi, yang saya prediksi
berusia sekitar 60-65an tahun ini, melanjutkan obrolan dengan menceritakan
sejarah kampus KAIST. Karena beliau sudah tinggal lama disekitaran wilayah
KAIST, jadi beliau hafal betul yang melatarbelakangi pendirian KAIST. Beliau
bercerita KAIST didirikan antara tahun tahun 1971 atau 1972 dan diperiode yang hampir
bersamaan didirikan pula riset-riset institut lain yang jumlahnya lumayan
banyak disekitaran wilayah KAIST. Riset institut seperti Korea Institute of
Geoscience and Mineral Resources (KIGAM), Korea Institute of Nuclear Safety (KINS),
Korea Research Institute of Bioscience & Biotechnology (KRIBB), Korea
Aerospace Research Institute (KARI) dan Korea Institute of Energy Research
(KIER) -dimana saya sekarang bergabung - adalah hanya sebagian institut yang didirikan
ketika itu dan kebetulan kami lewati sepanjang perjalanan menuju lokasi yang
saya tuju.
Yang menarik adalah ketika si Bapak
pengemudi taksi menggebu – gebu menceritakan kebijakan pemerintah ketika itu
membangun KAIST dan riset—riset institut tersebut. Beliau menuturkan, di periode
tersebut Korea Selatan sedang dipimpin oleh presiden Park Chung Hee, yang
dikenal sebagai bapak “Pembangunan Korea” walaupun dilain sisi dikenal pula
dengan sisi kediktatorannya. Si Bapak menceritakan tidak habis pikir dengan
kebijakan Presiden Park ketika itu membangun banyak riset institut disaat Korea
masih menjadi negara miskin dan serba susah, dimana rakyatnya ketika itu boro-boro memikirkan riset, karena sekedar
untuk memenuhi kebutuhan makan saja sangat sulit diperoleh. Kemudian si Bapak
melanjutkan ceritanya, namun tak dinyanah ke-kekeuh-an pemerintah Korea saat itu ternyata membuahkan hasil
hingga sekarang. Dia tak membayangkan Korea Selatan yang dulu pernah merasakan
sulitnya makan akibat perang berkepanjangan dengan Korea Utara, kini menjadi
negara yang serba ada dan serba bisa. Bahkan kampus dan riset institut yang
ketika dibangun menciptakan banyak kontroversi itu, kini menjadi salah satu
kampus terbaik di dunia. Dan riset institut yang menjamur disekitaran wilayah
KAIST kini menjadi kebanggaan warga Korea karena selain mampu menjadi
pusat-pusat kemajuan yang diciptkan di Korea tetapi juga telah mampu menjadi
magnet bagi warga negara asing untuk datang, belajar dan melakukan riset di
institut-institut tersebut.
Beberapa Riset institut yang sekarang ada Di Korea yang Tergabung dalam Kampus UST-Korea |
Memang tidak diragukan lagi apa-apa yang
disampaikan Si Bapak, bahwa Korea kini menjelma menjadi negara maju
berlandaskan riset. Ribuan industri manufaktur hadir menghidupkan perkeonomian
Korea yang berakarkan pada budaya riset. Kampus – kampus nya pun menjadi
kampus-kampus ternama di dunia, bahkan KAIST pernah dinobatkan sebagai the most
innovative university di Asia oleh Reuter pada tahun 2018 lalu. Nama – nama
kampus lain pun banyak yang bertengger di top 100 universities in the world
oleh berbagai lembaga-lembaga pe-ranking universitas dunia.
Ada tiga hal yang setidaknya saya petik
dari obrolan berfaedah pagi ini dengan Bapak pengemudi taksi. Pertama,
pendidikan dan riset adalah koentji
dari kemajuan sebuah bangsa. Kedua, ketegasan seorang pemimpin yang visioner
membangun bangsa adalah bekal berharga dalam membangun sebuah negara kuat di
massa yang akan datang. Karena membangun bangsa bukanlah seperti memasak nasi
goreng, seketika itu dimasak beberapa saat kemudian kita langsung bisa
merasakan hasilnya. Tidak seperti itu. Dan point terkahir adalah mengingatkan
saya pada nasehat yang pernah didapatkan dari seseorang bahwa “setiap orang
yang berpuasa maka akan menemui masa berbukanya”. Rakyat Korea telah menguji
hipotesa itu dengan mengutamakan pembangunan yang berorientasikan kesejahteraan
dan kemajuan jangka panjang namun tidak dipungkuri bahwa pembangunan itu harus
dihiasi dengan cerita anak-anak bangsa yang rela mengosongkan perut-perutnya.
Oborlan dengan Bapak pengemudi taksi inipun
menciptakan sebuah kontemplasi mendalam pada diri saya dan mengaitkannya dengan
apa-apa yang sekarang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan KITA
sebagai warga negara Indonesia. Pemerintah dan KITA memiliki tanggung jawab
besar dalam hal menjadikan Indonesia kedepan menjadi lebih maju dan lebih
unggul. Bonus demografi sudah didepan mata. Dalam hitungan beberapa tahun
kedepan nasib bangsa yang besar ini ditentukan oleh generasi – generasinya saat
ini. Kita semua bisa menjadi bagian dalam sejarah kemajuan bangsa ini. Mulai
dari yang mendorong pemerintah untuk membuat visi-visi besar, menjadi bagian
untuk menggerakan misi-misi yang dibuat hingga menjadi bagian yang siap
berpuasa mengosongkan perutnya.
Moment Pemilu sudah berlalu, moment membangun
harus terus melaju.
Dimana kita berpeluh. Disitu kita menjadi
bagian penentu.
Salah seoang "scientist" yang sedang berpose di salah satu research institute ^^ |
Komentar
Posting Komentar