Rekan –
rekan, mari kami kenalkan dengan sebuah komunitas unik yang berada di tanah
rantau. UT Korea nama komunitas tersebut. Komunitas yang sudah berusia 9 tahun
yang terus memberikan kejutan-kejutan disetiap masanya. Komunitas yang berdiri
dan dikelola oleh rekan – rekan mahasiswa S2 – S3 Indonesia di Korea Selatan
melalui PERPIKA dan dibantu pelaksanaanya oleh KBRI Seoul. Komunitas ini
memfasilitasi dan menemani 300-an Pekerja Migan Indonesia (PMI) di Korea setiap
semesternya untuk belajar dan mengembangkan diri.
Mengapa komunitas
ini unik? Izinkan kami menjawab melalui kisah –kisah berikut ini
Mas Wahidin
atau biasa kami memanggilnya Mas Didin, mahasiswa Bahasa Inggris UT Korea
anggkatan 2012. Datang ke Korea selatan sebagai PMI dan kemudian disela-sela
kewajiaban bekerja menyempatkan diri untuk mendaftar menjadi mahasiswa UT
Korea. Selesai kontrak kerja di Korea, Mas Didin tidak hanya membawa tabungan
ke Indonesia, tetapi juga menggondol ijazah S1 Sastra Inggris dari Universitas
Terbuka. Berbekal Ijazah ini, Mas Didin bertarung dengan ratusan bahkan ribuan
orang untuk menjadi PNS di kementrain Hukum dan HAM. Hari ini, Mas Didin
mengabdikan dirinya menjadi PNS kemenkumham di kantor imigrasi Ambon-Maluku.
Ada pula cerita dari PMI yang bernama
Syaiful Anshori. 2018, Mas Anshori dinobatkan sebagai PMI terbaik di Korea dan
mendapatkan penghargaan dari KBRI Seoul karena prestasi yang ditorehkan selama
bekerja di Korea. Mas Anshori adalah lulusan UT Korea jurusan Manajemen. Terhitung dari tahun 2017 Mas
anshori memegang visa E-7 (Professional worker) di Korea. Visa sebelumnya
adalah E-9, layaknya PMI pada umumnya. Visa E-7 adalah idaman bagi mereka yang
ingin bekerja dan hidup di Korea tanpa harus dibatasi izin bekerja dan izin
tinggal, karena visa ini bisa diperpanjang sampai kapapun selama yang
bersangkutan ingin berktivitas di Korea. Usut punya usut, Mas Anshori bercerita
bahwa secarik kertas ijazah UT Korea yang didaptkannya adalah kertas yang
sangat powerfull untuk mendapatkan visa E-7 karena mampu memenuhi ½ syarat yang
diminta oleh pihak imigrasi Korea Selatan
Berikutnya
adalah kisah Mas Hendri Setyawan, namun lebih famous dipanggil Mas Iwax. PMI
yang humoris nan kreatif. Beliau adalah
lulusan jurusan manajemen UT Korea dan merupakan kreator logo dan jargon UT
Korea “Berkarya dan Berpendidikan“. Dalam salah satu postingan facebooknya, beliau
menyebut dirinya camat wilayah Pyeongtaek Gongdan. :D. Menurut pengakuan Mas
Iwax, ketika belaiu mengikuti prosesi wisuda di UT pusat-Pondok Cabe, moment pemindahan tali topi toganya yang biasanya
menjadi saat -saat sakral yang ditunggu para wisudawan karena Rektor akan
meimndahkan tali tersebut dari kiri ke kanan kemudian menyalami para wisudawan,
maka tidak demikian dengan Mas Iwax, dia memindahkan tali toganya dengan
tangannya sendiri dan hanya mendegar aba-aba dari depan panggung wisuda untuk
secara bersamaan melakukan seremonial yang ditunggu-tungu itu. :D. Namun, siapa
yang menyangka moment pemindahan tali toga itu adalah awal kisah Mas Iwax
mengalahkan 120 kontestan yang memperebutkan posisi menjadi PNS di Humas dan
Protokoler Kabupaten Lumajang.
Beberapa potret alumni UT Korea |
Lain lagi
dengan Mas Hendrik Julianto. Medio 2014 -2015 saya sering sekali bertemu dan
berkomunikasi dengan PMI yang sangat aktif berkegiatan ini. Karena beliau
adalah langganan menjadi MC aka pembawa acara di kegiatan UT Korea, maka
sayapun sangat mengigat jelas bagaimana Mas Hendrik pentas di atas panggung. Berhasil
lulus dari jurusan Ilmu komunikasi UT Korea pada tahun 2017. Di tahun 2019 Mas
hendrik Julianto mengukir namanya menjadi Alumni UT Korea ketiga yang sekarang
berpetualang ke negeri Kanguru, Australia, mengambil program Working holiday
Visa. Mas Hendrik menyusul Mas Sodiq dan Mas Shobil Munir yang sudah lebih dulu
menjejakkan kaki di benua sebelah selatan indonesia itu. Mereka bersaing dengan
ratusan bahkan ribuan lulusan dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lain
di Indonesia untuk mmendapatakn status visa ini. Tekad Mas hendrik dan kawan – kawan lain
setelah menghabiskan working holiday visa selama 2 tahun adalah merubah
statusnya menjadi mahasiswa di Australia.
Dan kisah
–kisah lainnya pun masih banyaak yang kami dapatkan dari komunitas unik ini.
Rekan – rekan yang telah berjuang di UT Korea kini memetik hasilnya, mereka menyebar
di berbagai daerah dan di berbagai sektor, mulai dari professional worker, abdi
negara, wirausahawan, hingga mereka yang masih ingin menimba ilmu dijenjang
yang lebih tinggi lagi. Komunitas yang tidak pernah menjadi tujuan awal dan
mungkin juga tidak pernah kami kenal dan kami dengar ketika kami berangkat dari
tanah air menuju ke Korea dulu. Tetapi ternyata komunitas ini menjadi
laboratorium penggodokan bagi sesiapa saja yang terlibat didalamnya dan menjadi
kawah candradimuka melakukan loncatan – loncatan di masa yang akan datang. Maka benarlah apa yang disampaikan
Mas Syaiful Fahmi, Alumni UT Korea tahun 2018, ketika beliau diwawancarai dalam sebuah acara TV yang
diselenggarakan oleh UT….
“Ilmu
adalah investasi. Saya analogikan seperti payung. Sekira-kiranya ada hujan, siap kita pakai. Sekalipun tidak kita pakai, akan ada waktunya
ada orang yang akan meminjam. Setidaknya bermanfaat untuk orang lain. Apa
salahnya punya ilmu, walau kita tidak tahu akan berguna kapan. Yang penting
kita punya dulu ilmunya. Karena kita tidak tahu hidup akan membawa kita
kemana.”
……..Yang penting kita punya dulu ilmunya.
Karena kita tidak tahu hidup akan membawa kita kemana.” Syaiful Fahmi……………………
Salam dari
Kami yang beruntung menjadi bagaian dari Komunitas ini. ^^
Komentar
Posting Komentar