Ramadhan selayaknya sesuatu yang spesial, kedatangannya selalu dinantikan dan kehadirannya menjadi sangat diistimewakan bagi umat muslim di penjuru dunia, tidak terkecuali bagi muslim di Korea Selatan. Alhamdulillah, dakwah islam telah sampai di tanah Korea sejak 50 tahun yang lalu dan terus mengalami perkembangan hingga sekarang. Hari ini, berdasarkan informasi dari Korean Moslem Federation (KMF) jumlah muslim di negara yang berpopulasi 50 juta jiwa ini tercatat telah mencapai lebih dari 100.000 orang dengan sepertiga diantaranya adalah penduduk asli Korea sedangkan sisanya adalah para pendatang dari Pakistan, Indonesia, Bangladesh, India, Uzbekistan dan lain - lain yang sedang bekerja, berwirausaha maupun belajar di Korea. Indikasi lain dari terus berkembangnya islam di negeri Gingseng ini adalah semakin banyak nya masjid – masjid besar yang dibangun secara resmi oleh pemerintah Korea dengan bantuan berbagai pihak maupun masjid - masjid kecil (musholah) yang dibangun secara mandiri oleh komunitas – komunitas muslim pendatang di Korea, seperti Komunitas Muslim Indonesia. Diketahui jumlah masjid resmi yang terdaftar dalam Korean Moslem Federation (KMF) telah mencapai lebih dari 9 masjid sedangkan musholah yang dibangun secara mandiri oleh muslim dari Indonesia telah mencapai 40 musholah yang tersebar di berbagai kota di Korea.
Jumlah populasi muslim yang tidak sedikit dan terus meningkat ini membuat nuasa bulan puasa sedikit terasa berbeda dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, setidaknya hal ini bisa terlihat di tempat – tempat perbelanjaan. Dibagian tertentu display berbagai toko yang menjual makanan, buah Kurma, sebagai salah satu buah yang khas ada di bulan Ramadhan, meningkat ketersediannya dibandingkan dengan hari – hari biasa, sehingga begitu jelas terlihat deretan kotak-kotak buah tersebut. Tidak hanya itu, nuansa Ramadhan juga dimanfaatkan oleh lembaga – lembaga pemberdayaan muslim dari Indonesia, seperti PCINU Korea Selatan, untuk mendatangkan para ustadz untuk berdakwah di musholah-musholah yang telah dibangun, sehingga selama periode bulan puasa aktivitas kajian keagamaan di musholah-musholah meningkat layaknya suasana ramadhan di Negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya.
Salah satu kegiatan di Musholah Indonesia selama Ramadhan |
Ramadhan 1436 H tahun ini dilaksanakan pada musim panas sehingga banyak tantangan yang harus dihadapi oleh muslim di Korea. Tantangan pertama adalah tinggi nya suhu udara dibandingkan dengan kondisi biasanya. Suhu udara ketika musim panas di Korea bervariasi dari 25 – 33 0C dengan kelembaban yang relatif rendah, sehingga suasana ini mengharuskan kesiapan fisik yang prima. Selain itu, lumayan panjangnya waktu berpuasa di musim panas juga menjadi tantangan tersendiri. Muslim di Korea harus berpuasa hampir 17 jam lamanya, di mulai waktu fajar sekitar pukul 03.15 dan waktu maghrib sekitar pukul 20.00 . Relatif dekatnya jeda waktu sholat isya dengan sholat shubuh juga menjadikan muslim di korea harus pintar mengatur jadwal makan sahur. Waktu sholat isya di korea selama Ramadhan tahun ini berkisar antara pukul 21.30 – 21.45 dan jika dilanjutkan dengan sholat taraweh maka akan selesai sekitar pukul 22.30 – 23.00. Dengan jeda waktu sekitar 4 jam sebelum waktu shubuh menjadikan muslim di Korea harus memiliki strategi demi tetap dapat menjalankan makan sahur sebagai salah satu kesunnahan yang dianjurkan dalam berpuasa.
Tidak sampai disitu, menurut beberapa orang yang sudah terbiasa menjalani puasa di musim panas, tantangan terbesar berpuasa di musim ini bukanlah kesiapan fisik tetapi ketahanan dari godaan – godaan lainnya yang dapat membatalkan atau mengurangi kesempurnaan berpuasa. Mulai dari mudahnya kita melihat makanan dan orang makan di siang hari hingga kondisi berpakaian warga non-muslim Korea. Dikarenakan panasnya suhu ketika musim panas, banyak warga korea yang menggunakan busana minimalis dan jauh dari kata menutup aurat. Sehingga bagi yang berpuasa, menjaga pandangan adalah sesuatu yang tidak mudah dilakukan. Tantangan – tantangan berpuasa di Korea ini menjadikan umat muslim di Korea harus memiliki kesabaran ekstra sehingga puasa yang dijalankan tidak hanya menghasilkan rasa lapar dan dahaga tetapi juga ketaqwaan yang sempurna di hadapan Allah SWT.
Tradisi buka puasa bersama yang dilaksanakan di masjid – masjid menjadi hal menarik tidak hanya bagi muslim yang manjalani puasa tetapi juga bagi warga Non-muslim Korea. Bagi muslim – muslim pendatang, kegiatan ini menjadikan suasana Ramadhan layaknya di kampung halaman, kebersamaan dalam beribadah hingga hidangan yang disajikan dalam berbuka puasa menjadi obat tersendiri akan rindunya suasana ber-Ramadhan di kampung halaman. Bagi warga korea sendiri, seperti diketahui makan bersama untuk merayakan sesuatu hal adalah tradisi yang sudah mendarah daging dalam diri warga korea sehingga aktivitas muslim yang melakukan buka puasa secara bersama diniliai sebagai sebuah tradisi yang baik dan sama dengan tradisi yang sudah terbangun dalam kultur orang korea.
Berfoto dengan salah satu warga Korea |
Interaksi secara personal antar muslim dengan Non-muslim Korea dalam kehidupan sehari-hari sepanjang Ramadhan, secara langsung dan tidak langsung menjadi jalan memperkenalkan islam kepada warga Korea. Persepsi awal Bagi warga non-muslim Korea, menahan diri untuk tidak makan dan minum hanya bisa dilakukan oleh para orang-orang yang sedang menjalankan program diet ketat (penurunan berat badan) saja dan dinilai sebuah proses yang sangat sulit dan menyusahkan. Namun, dengan penjelasan bahwa puasa tidak hanya menahan diri untuk tidak makan dan minum tetapi juga menjaga emosi, syahwat dan hal lain yang dapat mengurangi dan membatalkan puasa serta menjelaskan keuntungan yang akan didapat dari menjalankan proses berpuasa ini, mereka menjadi paham dan sangat menghormati sekali proses berpuasa yang dijalani oleh umat muslim.
Semoga dengan interaksi dan pengetahuan serta suasana semangat beribadah yang dilakukan oleh umat muslim di Korea sepanjang bulan Ramadhan ini semakin meningkatkan dakwah islam di negeri gingseng ini. Aaamiin
Komentar
Posting Komentar