Kemarin, kamis malam atau dalam kaidah penanggalan hijriah sudah bisa disebut hari jumat, karena dalam kaidah hijriah awal hari di mulai ba’da maghrib, saya menelfon Mimi (panggilan saya untuk Ibu). Sudah hampir seminggu sepertinya saya tidak ngobrol ngalor – ngidul dengan Mimi. Ada saja alasan yang menyebabkan ketika saya atau Mimi menelfon atau mem-video call, telfonnya atau video nya ga tersambung. Paling sering sebabnya adalah karena waktu nelfonnya yang kurang pas. Saya telfon, Mimi sedang di mushollah. Mimi nelfon, saya sudah tidur. Walhasil malam jumat tadi, hampir satu jam dihabiskan untuk ngobrol. Mulai dari nyeritain Si Anu yang mau dikhittan, Si Itu yang sekarang kerja di kota A, sampai ngomongin pohon – pohon kelapa yang ada di belakang rumah. Kalau bukan karena adzan maghrib di Cirebon yang sudah berkumandang, mungkin obrolan kita akan lebih banyak lagi.
Obrolan yang paling sentimentil adalah ketika ditanya “Hib,
jadi berapa lama lagi (kuliah) di Korea nya?”. Jawabannya ga bisa pendek. Pasti
panjang tapi bisa dipendekin menjadi “wallahu a’lam bisshowab” Dan sekali lagi,
ini sentimetil. Mungkin sama kaya pemuda – pemudi jomblo ditanya “Kapan
nikah?”.Hehehe
Beranjak ke Jumat pagi ini. Pun tak kalah sentimetil. Seperti
biasa, jumat pagi adalah jadwal untuk weekly meeting tim riset kami. Satu dari
11 orang yang tergabung di group kami, mengucapkan salam perpisahan. Karena
minggu ini adalah minggu terakhir dia bergabung dan bekerja di riset institut
kami. Kalau diingat – ingat, hingga jumat pagi ini, dia adalah member terlama
yang bergabung di tim kami, selain tentunya professor dan satu orang permanent
researcher yang menjadi “penjaga gawang” tim kami. Sudah lebih dari 3 tahun
yang lalu dia bergabung di laboratorium kami. Setelah dia, diurutan kedua
sebagai orang terlama yang ada di tim kami adalah saya. Artinya kalau minggu
ini adalah minggu terakhir bagi dia, maka minggu depan saya dapat penisbatan
baru, orang terlama di Lab. Sejenak angan saya pun melayang. Kapan giliran saya
mengucapkan salam perpisahan. Lagi – lagi, ini sentimentil. Hahaha
Foto bersama dengan seluruh anggota Lab |
Selesai weekly meeting, saya bergegas makan siang dan lanjut menuju masjid untuk menunaikan ibadah sholat jum’at. Tidak ada yang sentimentil selama pelaksanaan sholat jumat. Hanya sebuah lamunan candaan yang tetiba muncul ketika mendengan khutbah. Yakni candaan dengan khotib dan kawan – Kaman pengurus masjid di hari kamis kemarin. Candaan tentang pesan kami kepada khotib untuk tidak membawa masalah politik yang sensitif di khutbah yang akan disampaikan. Hahaha
Sesuatu yang sentimentil (lagi) ternyata datang berturut –
turut setelah sholat jumat.
Pertama ketika saya menjaga warung milik masjid dan bertemu
dengan salah seorang “brother” dari sebuah negara yang meminta maaf belum bisa
melunasi tagihan belanjanya 2 atau mungkin 3 bulanan yang lalu. Alasannya, dia
sudah 4 bulan tidak mendapatkan gaji karena funding project di tempatnya sudah
berakhir. Sehingga dia agak kewalahan mengatur keuangannya termasuk membayar
hutang belanjaannya. Seketika saya tertegun dan kasihan. Serta pastinya
introspeksi diri. Introspeksi diri akan betapa kurang bersyukurnya saya. Dimana
tidak pernah sekalipun dalam kurun waktu yang lumayan lama saya menempuh pendidikan
disini, tidak mendapatkan gaji setiap bulannya. Sungguh ini introspeksi diri
yang sentimentil.
Selesai ngobrol dengan si brother ini, datang brother lain
dari negara yang berbeda. Dengan rambutnya yang agak blonde, kulit putih dan
pastinya hidung yang mancung, saya tebak, dia berasal dari negara yang akhirannya
-tan. Dan benar, ketika berkenalan dia bilang dari Tajikistan. Si Brother
Tajikistan ini menanyakan banyak hal terkait dengan masjid, khususnya buku –
buku keislaman yang berbahasa Korea yang terletak di rak buku. Obrolan
sentimentil dengan Brother ini dimulai ketika dia menceritakan tentang
negaranya dan efek dari “penjajahan” selama puluhan tahun oleh uni soviet tempo
dulu. Dia bercerita bagaimana Tajikistan berubah total ketika diakuisisi Uni
Soviet sehingga mempengaruhi kehidupan dan kepemahaman dia dan orang – orang di
negaranya terhadap Islam. Di akhir obrolan, dia sharing kondisinya yang akhir –
akhir ini jika sedang stress hingga mengalami kesulitan tidur dia akan baca
Al-quran hingga akhirnya lebih tenang dan kantuk pun datang. Sungguh lagi –
lagi ini obrolan sentimentil bagi saya.
Sebelum balik lagi ke lab, saya check sebuah selebaran yang
menempel di depan kaca mobil. Jedeeeer. Ternyata beberapa hari lalu, unintentionally
saya parkir di tempat yang biasa saya parkir tetapi di jam yang dilarang
parkir. 2 – 3 hari lagi akan ada surat cinta katanya. INI SUNGGUH SENTIMENTIL.
heuheu.
Keterangan tilang parkir yang nempel di depan kaca mobil |
Komentar
Posting Komentar