Jika diingat-ingat dengan mendalaaaam bangeeet, seperti
mengingat-ingat berapa banyaknya unsur kimia yang ada di golongan transisi
periode 4 tabel periodic hehehe (Ga usah dibayangin yang ppernah belajar kimia, apalagi yang ga pernah belajar kimia, :D), tentang makanan apa yang paling dekat dan
paling menggoreskan kesan dalam hidup saya, maka jawabanya adalah Mie. Instant
noodle . 람연.
Ya itu adalah makanan yang paling banyak bisa dikisahan, paling tidak hingga
hari ini.
Kisah tentang bahaya keseringan makan mie instan, biarkan
kita tinggal dulu, terlalu banyak artikel yang membahas itu, sampai-sampai saya
pun sudah tak terhitung membaca tentang artikel itu. Bahkan saya yang jurusannya adalah Teknik Metalurgi
(sekali lagi, metalurgi, bukan metalorgi apalagi meteorology :D) pun pernah
membuat presentasi untuk salah satu tugas kelas ditahun 2009 atau semester 1
kuliah S1 yang membahas tentang mie instant
dan bahayanya. Nah ini baru satu kisah tentang saya dan mie instan, padahal
maunya sih belum mulai ceitanya, karena yang ingin saya ceritakan adalah cerita
manis dan seru antara seorang manusia dengan mie instant.hahaha
Kalau bercerita
tentang mie maka ingatan akan meloncat jauh ketika usia masih 5-11 tahun, usia peralihan
dari lucu menuju bandel.heuheu, usia sekolah TK hingga mau selesai SD. Usia ketika
sangat jelas teringat bagaimana Bapak saya dulu menyajikan satu bungkus mie
instant untuk 5 orang anaknya plus untuk Ibu dan beliau sendiri. Ya 1 bungkus
untuk 7 orang. Betapa ingattt betul otak ini bagaimana bapak mengolah satu
bungkus mie tersebut, dengan dibelah menjadi minimal 4 bagian, kemudian
membanyakan sayuran serta air yang memenuhi panci masaknya. Yaaah cara unik
untuk menghasilkan kuah dan isinya yang terlihat banyak namun tetap masih
disebut makan mie J,
Padahal mie nya hampir tak terlihat. bukan karena ingin sehat dengan
membanyakan sayuran tetapi karena mie sesuatu yang mahal bagi kami saat itu :).
Sebuah masa yang jika dibandingkan dengan sekarang sangat “ngenaaa” banget di
hati ini. (Bapaaak, kangen makan mie masakan mu :) )
Lepas dari cara uniik itu, Ibu saya adalah ibu pahlawan
karena selalu menyediakan mie instant di tempat makanan dan siap dimasak
kapanpun untuk kami sebagai makanan ketika kami sedang berkumpul sehingga
kehangatan yang ada saat berkumpul menjadi semakain hangat melebihi mie yang
kami makan. J Atau terkadang ketika saya
baru pulang beraktivitas dan kondisi di
luar rumah hujan atau dingin, maka hal kedua yang akan ditawarkan ibu setetal teh
anget adalah “mau dibikini mie?”Aaah Ibu, kasih mu jauh melebihi hangatnya mie
instan ituu bu :”).
Aaah, masih banyak lagi sebenarnya kalau berkisah mie instan
dalam kehidupan saya dirumah tercinta tapi cukup dua itu saja yang disampaikan, yang
lain, silahkan tanya langsung kalau bertemu.heuheu, Saya ingi bercerita kisah
kami (saya dan mie instant) setelah jadi anak perantau. Ya setelah saya jarang
tinggal di rumah karena harus ke tempat lain untuk berkulaih.
Persahabatan mesra
saya dan mie terus berlanjut hingga 4,5 tahun saya tinggal di Depok. Betapa tidak mesra, jika saya ingat-ingat kembali,
yang paling sering menemani saya dikamar kontrakan dulu adalah mie instan,hahah
jarang sekali rasanya dalam wadah penyimpanan makanan yang saya miliki tak ada
mie instant di dalamnya. Heuheu, Jadi teringat bagaimana metode dalam belanja
bulanan saya ketika mahasiswa S1 dulu. (Jadi begini ceritanya, mendengarkan
dengan seksama!! :D) setelah membuat presentasi tentang bahaya mie instant dan
ngobrol-ngobrol dengan teman, mie instant konon baru bisa selesai dicerna oleh
tubuh kita setelah tiga hari, artinya dianjurkan paling sering kita makan mie
instant adalah tiga hari sekali, lebih sedikit dari tiga hari maka akan kurang
baik bagi kesehatan, berdasarkan kalkulasi tersebut maka saya selalu memasukan list
dalam belanja bulan, mie instant sebanyak 10 bungkus. Walaupun terkadang belum
genap satu bulan sudah habis jatah 10 bungkus itu,hahaha.
Teringat salah satu teman kontrakan yang suka berkomentar
terkait berat badan saya sebagai produk
hasil makan mie, jika badan saya dibandingkan dengan teman-teman yang lain yang
lebih kurus maka dia akan mengatakan bahwa saya adalah produk berhasil makan
mie.hahaha. teringat juga teman kontrakan yang sering datang ke kamar saya dan “pinjam”
mie yang ada di stock makanan saya.hahaha.Aaah pokoknya mantaplah interkasi
mie, saya dan sahabat-sahabat saya ini.heuheu
Mie juga pastinya penolong ketika duit di dompet menipis,
dan kisah ini telah menjadi kisah tak terlepas dari banyak mahasiswa
rantau. Jadi ga usah certain mendetail kapan saat-saat mie begitu dekat
dengan kami, mahasiswa rantau. :D
Sekarang saya semakin jauh dari rumah, tetapi ternyata tidak
semakin jauh dari mie instant.hahaha, karena mie tetap menjadi salah satu bahan
makanan di kotak makan yang ada di rumah kontrakan saya, walaupun sekarang saya
menjadi pilih-pilih menentukan “sahabat karib” saya ini, karena di negeri ini
tidak semuaya bersahabat baik dengan perut , baik dari segi rasa maupun segi
kehalalannya :D. Tapi walaupun tetap pilih-pilih, kisah kami tetap berjalan dan
saya yakin ada kisah unik lain yang akan kita torehkan bersama. Salam sungkem
Mie :D hahahaha
Nice story to. kayaknya hamper semua orang Indonesia itu punya histori sendiri ama mie instan. Buat saya sendiri, Mie instant itu guilty pleasure banget. Karena makanan itu ga boleh dimakan tiap hari, jadi kalo sekalinya makan itu tu kayak momen sakral banget. Masaknya harus pas, gak overcook atau undercook biar tekstur mie-nya itu perfect (kebanyakan nonton masterchef). terus kuahnya jangan banyak-banyak biar komposisi bumbu ama airnya pas. Dan campuran yang wajib ada itu adalah: sosis, bon cabe, saos, telur, ama pilus. Perfect banget itu (nulis sambil ngiler). Makannya sampe tetes terakhir :9
BalasHapusHahaha. begitulah mie, perlu dibanggakan keberadaannya bersama kita, karena mie ibarat kaos kaki, kita punya cara-cara tersendiri memperlakukannya.kkkk
BalasHapus*Ga nyangka ada yang baca juga tulisan gw, padahal iseng doang pengen ngetik keyboard.kkkk